Kesaksian Orangtua yang Anaknya 2 Tahun Ikut Kelompok Pengajian NII : Katanya Baiat Hijrah
Warga Garut, Jawa Barat belakangan dibuat heboh dengan kabar puluhan remaja dan pemuda yang diduga dibaiat organisasi Negara Islam Indonesia ( NII ).
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Warga Garut, Jawa Barat belakangan dibuat heboh dengan kabar puluhan remaja dan pemuda yang diduga dibaiat organisasi Negara Islam Indonesia ( NII ).
Kasus itu pun menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia, aparat kepolisian hingga pemda setempat.
Sekretaris MUI Kecamatan Garut Kota Aceng Amirudin dari data yang disampaikan, anak yang menjadi peserta pengajian dan juga sesepuh pengajian, ada sebanyak 59 orang.
Rata-rata usia 15 hingga 20 tahun dan asalnya bukan hanya dari Kecamatan Garut Kota saja, tapi sampai Kecamatan Limbangan dan Cibatu.
M (49) orangtua yang anaknya ikut dalam pengajian kelompok tersebut mengurai kesaksiannya.
Menurut M, anaknya telah mengikuti pengajian tersebut sejak dua tahun lalu.
Sejak itu, anaknya yang saat ini seharusnya duduk di kelas IX SMP, tidak mau lagi melanjutkan sekolah.
Baca juga: KRONOLOGI 59 Pemuda Garut Diduga Dibaiat Organisasi NII, MUI: Ada Anak yang Tak Mengakui NKRI
“Alasannya, orang sukses itu enggak sekolah juga bisa, sekolah bukan jaminan sukses,” kata M menirukan ucapan anaknya.
Selain itu, menurut M, sejak mengikuti pengajian tersebut, perilaku anaknya memang sangat berubah, menjadi pendiam dan sering mengurung diri di kamar.
Menurut M, anaknya mengikuti pengajian tersebut dan masuk NII setelah diajak teman dekatnya dan kemudian dibaiat oleh gurunya.
“Baiat hijrah katanya, dari Islam kita seperti biasa, dia bilang Islam kita nih gelap, jadi hijrah ke tempat yang terang. NII itu, menurut versi mereka, NII itu terang,” kata M.
Baca juga: Pembunuh Amalia Masih Bebas, Yosef Tak Berkutik Dipanggil Lagi Penyidik, Mimin : Jangan Fitnah !
Baca juga: Bukti dan Petunjuk yang Dikantongi Polisi Menguak Misteri Kasus Pembunuhan Subang

Kembali ke NKRI
Isak tangis pecah dari orang tua anak yang terpapar paham radikal NII.
Suasana mengharukan tersebut terjadi saat musyawarah bersama ulama dan tokoh masyarakat di Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
GI (15), seorang anak yang mengaku telah bergabung dengan kelompok NII, menangis dalam pelukan kedua orang tuanya.
Tangisannya itu pecah seusai GI memutuskan untuk memilih kembali kepada orang tuanya dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setelah dua tahun ia hidup di luar dan jarang pulang.
Suasana mengharukan itu disambut dengan kembalinya sang anak ke pangkuan orang tuanya yang sebelumnya disebut-sebut telah dibaiat oleh kelompok radikal NII.
"Hasil dari musyawarah, anak tersebut islah dan kembali kepada orang tuanya. Ketika kami tanya dari mana asal dan siapa yang mengajaknya, anak itu tidak mengakui," ujar Lurah Sukamentri, Suherman dikutip dari artikel Tribunjabar.id, Sabtu (9/10/2021).
Baca juga: Kisah Bocah 5 Tahun Hilang saat Kejar Ondel-ondel, Mizan Ditemukan Dalam Lubang Sedalam 12 Meter
Baca juga: Curhat Pilu Yosef Dituduh Sebagai Pelaku Pembunuh Tuti & Amalia, Tahan Tangis: Orang Enggak Percaya
Pendampingan KPAID Tasikmalaya
Lurah Sukamentri, Suherman mengatakan, pihaknya telah mencoba membujuk hingga mendesak anak tersebut untuk terbuka.
Namun anak tersebut tidak mengaku siapa orang yang telah membaiat dirinya.
"Di desak sama semua orang juga tetap tidak mengakui."
"Jawabannya hasil dari kajian dirinya dari hasil pengalaman dirinya, begitu," ucapnya.
Saat ini puluhan anak yang terpapar paham NII di Garut sedang dalam pendampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tasikmalaya.
"Kami akan berkonsentrasi terhadap pemulihan kondisi psikis anak agar anak bisa menerima dulu kenyataan seperti ini. Nanti jika anak sudah tenang, kami akan mendapatkan apa yang kita inginkan dalam proses penyembuhan lebih lanjut," ujar Ketua KPAID Tasikmalaya Ato Rinarno.
Dari 59 orang yang terpapar paham radikal NII, pihaknya masih mendata karena angka pasti anak-anak yang terpapar belum diketahui.
"Kami dan semuanya akan turun ke lokasi untuk mendata dari yang 59 orang ini ada berapa anak dan ada berapa dewasa," ungkapnya.
Polisi Dalami Kasus
Polres Garut hingga saat ini masih mendalami kasus tersebut untuk mengetahui apakah kelompok tersebut menyebarkan aliran intoleransi dan radikalisme.
"Saat ini masih dilakukan pendalaman secara kolaboratif, kemudian melibatkan juga unsur dari MUI, termasuk KPAI, dari Kesbangpol, P2TP2A,” kata Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono seperti dikutip dari tayangan Sapa Indonesia Akhir Pekan KOMPAS. TV, Sabtu (9/10/2021).
“Ini masih dalam pendalaman kami, apakah memang ini adalah terpapar terhadap aliran-aliran intoleransi dan radikalisme, sehingga tentunya harus betul-betul pasti dulu, kira-kira seperti apa,” sambungnya.
Baca juga: Ditangkap Polisi, Pelaku Tawuran Pelajar di Bogor Terancam 15 Tahun Penjara
Baca juga: 45 Hari Dimakamkan, Begini Kondisi Jasad Tuti dan Amalia, Tukang Gali Kubur Ungkap Kesaksian

Tak hanya itu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri juga ikut turun tangan untuk menyelidiki informasi lebih lanjut terkait kasus dugaan pembaiatan oleh kelompok NII.
“Kita sudah monitor kejadian ini dan sedang mengumpulkan informasi lebih detail,” sambung Kepala Bagian (Kabag) Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar, Kamis (7/10/2021).
Sasar Anak Muda
Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Masduki Baidlowi mengatakan bahwa anak muda cenderung menyukai cara beragama secara sederhana dan hitam putih.
“Pertama karena tadi itu, logikanya sangat hitam putih. Anak-anak ini, rata-rata itu punya kecenderungan secara psikologis untuk beragama itu secara simpel. Kalau nggak boleh, ya boleh. Kalau nggak halal, ya haram, seperti itu,” kata Masduki dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan KOMPAS TV, pagi tadi.
“Jadi tidak ada detail. Padahal agama itu lebih banyak di detail itu, bukan di hitam putihnya,” sambungnya.
Menurut Masduki, memahami secara mendalam justru butuh belajar di bagian-bagian detailnya. Termasuk memahami hubungan antara keagamaan dengan kenegaraan.
Dari kecenderungan berpikir anak muda tersebut, kelompok seperti NII masuk dan bermain di ranah praktisnya saja.
“Nah di situlah dia main di yang praktis, yang simpel, yang disukai anak muda,” jelas Masduki.
Baca juga: Pembunuh Tuti dan Amel Masih Berkeliaran, Istri Yoris Ketakutan Suami Jadi Korban Selanjutnya
Senada dengan Masduki, pengamat terorisme Ridwan Habib menjelaskan bahwa anak-anak yang mudah terpapar paham radikalisme rata-rata memiliki masalah internal dalam dirinya.
“Rata-rata mereka mengalami problem internal, mungkin tidak harmonis dengan keluarganya, atau mahasiswa yang tinggal di perantauan,” ungkap Ridwan.
Untuk melawan paham-paham intoleransi dan radikalisme, Masduki mengusulkan untuk mengajari anak cara berpikir mendetail dan bukan hitam-putih saja, khususnya saat mendalami masalah keagamaan.
(TribunnewsBogor.com/Tribun Jabar/Tribunnews.com)