Hidup di Jaman Pandemi, Bima Arya Ingatkan Warga Cara Pengasuhan Anak
Sebagai wali kota ini persoalan berat bagi saya, sejak tujuh tahun mengalokasikan quality time itu PR banget bagi saya
Pandemi Covid-19 tidak hanya melahirkan anak-anak yang skill sosialnya menjadi lemah tetapi lebih dalam dari itu, yakni menjadikan anak paranoid.
Selama hampir dua tahun pandemi, Bima Arya mengaku telah menemukan karakter para anak dan para orang tua yang sangat terdampak.
Menjadi khawatir ketika ketemu orang lain, salah satunya ada yang ditakuti-takuti sama oleh orang tuanya sehingga menjadi tidak seimbang ketika berinteraksi maupun berkomunikasi.
“Jika sudah seperti ini, tangan pertamanya itu bukan hubungan darah tapi teknologi sosial yang menjadi rimba belantara yang sangat sulit dikendalikan.
Akhirnya peran pola asuh didalam diambil alih 'üncle google' dan 'äunty youtube' dan segala macam, itulah yang berperan disitu," ungkapnya.

Menurut salah seorang yang sangat berpengaruh dalam teori psikososial, Erik Erikson yang dijadikan referensi oleh banyak guru dan pendidik, ada tahapan-tahapan yang sangat menentukan karakter orang tidak boleh terlewat, yakni tentang usia antara 6 hingga 11 tahun dan rentang usia antara 11 - 17 tahun.
'Jika ini terlewat atau tidak maksimal, maka anak tersebut akan tumbuh melenceng," jelasnya.
Dalam keadaan normal atau biasa sebelum pandemi Covid-19, menurutnya hal itu bisa terjadi, ketika anak-anak dikuasai oleh dunia maya, dipengaruhi oleh narkoba lewat mata (narkolema) dan sebagainya.
Di sisi lain, dalam kondisi dunia normal saja bonus demografi sudah menjadi PR, mempersiapkan para anak-anak muda sebagai generasi masa depan yang siap bertarung ketika menjadi usia produktif.
Bima Arya menyebut, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas yang sudah berjalan selama hampir dua pekan, PR terbesar yang dihadapi bukan hanya sekedar memastikan protokol kesehatan. Tetapi juga harus memastikan tidak ada hal-hal yang hilang ketika anak-anak masuk sekolah.
"Merumuskan satu pola dimana prokes ditegakkan, ditaati, dipastikan ada tetapi komunikasi, pola interaksi, substansi metode yang disampaikan di sekolah tetap memberikan penguatan bagi karakter para siswa," pungkasnya.(*)