Desak Aturan JHT Dicabut, Buruh Beri Waktu 2 Minggu, Jika Tidak, Menaker Ida Fauziyah Diminta Mundur
Para buruh ini memberi waktu 2 minggu untuk Menaker berpikir dan menimbang-nimbang keputusan agar peraturan baru soal JHT segera dicabut.
TRIBUNNEWSBOGOR.COM – Ribuan buruh pun sempat melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (16/2/2022), meminta agar peraturan baru soal JHT segera dicabut Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Ida Fauziyah.
Para buruh ini memberi waktu 2 minggu untuk Menaker berpikir dan menimbang-nimbang keputusan.
Jika tuntutan para buruh ini tidak di penuhi, maka Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menuntut Presiden Indonesia Jokowi mengganti Menaker Ida Fauziyah.
Atau jika tidak dicopot oleh presiden Jokowi, Menaker Ida Fauziyah diminta untuk muncur dari jabatannya.
"Melalui aksi ini partai buruh dan serikat buruh di dalamnya mendesak dalam waktu 2 Minggu kedepan Menaker mencabut Permenaker. Bila tidak dicabut kami minta presiden segera menggunakan hak sebagai kepala pemerintahan untuk mencopot Menaker yang sekarang," kata Said Iqbal, di kantor Kemnaker.
Menurut Said, Menteri ketenagakerjaan saat ini sudah sering melukai dan menyakiti hati para buruh dengan kebijakan-kebijakannya.
“Menyakitkan sekali karakter Menteri Ketenagakerjaan, ini dalam kebijakannya, bukan soal pribadinya,” tambahnya.
Baca juga: Cara Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan 100 Persen Utuh, Tak Perlu Tunggu Usia 56 Tahun
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz juga mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencabut aturan baru terkait jaminan hari tua ( JHT).
Dalam aturan terbaru di Permenaker No 2 tahun 2022, pembayaran manfaat JHT hanya bisa dicairkan peserta BPJS Ketenagakerjaan pada usia 56 tahun.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker), Ida Fauziyah telah mengeluarkan Permenaker Nomor 2 Tahun tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program JHT.
Berkaitan hal tersebut, Riden pun meminta agar pemerintah mencabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 dan menghidupkan kembali Permenaker Nomor 19 tahun 2015.
Pasalnya, bila aturan baru JHT diberlakukan, kata Riden, para buruh khususnya karyawan kontrak maupun outsourcing akan semakin menanggung beban.
Riden yang juga merupakan anggota Majelis Nasional KSPI mengatakan, akan terus berupaya agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini dicabut.
Termasuk, ketika berdialog dengan Menteri Ketenagakerjaan hari ini, Rabu (16/2/2022).
Baca juga: Buntut Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun, Ribuan Buruh Demo Tuntut Jokowi Copot Menaker Ida
Dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu sore, Riden menyebut, ada komitmen yang sudah terjalin dengan Menaker.
“Sikap KSPI memberikan waktu dua minggu untuk segera dicabut.”
“Bu Menteri tadi menawarkan, namun karena ada ratas dan dipanggil Komisi IX DPR untuk membahas hal yang sama, maka itu dijadwalkan paling lambat minggu depan ketemu lagi,” katanya.
Untuk itu, Riden akan memastikan proses pencabutan ini betul-betul berjalan.
Lebih lanjut, Presiden FSPMI ini menambahkan, bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 akan berlaku 1 Mei 2022.

Sehingga, masih ada waktu untuk melakukan beberapa langkah agar aturan terbaru JHT ini bisa dicabut.
“Jadi kita masih ada waktu tiga bulan untuk menekan pemerintah dan memastikan itu dicabut.”
“Cara kami adalah tidak ada pilihan lain, kami aksi, akan pressure, dalam hal ini Kemnakar dan BPJS Naker,” ucapnya.
Cara yang dilakukan tersebut, kata Riden, termasuk aksi di dua titik yang dilakukan hari ini, yakni Kemnaker dan BPJS Naker.
Meski demikian, Riden mengatakan, pihaknya belum berpikir untuk membuat gugatan ke PTUN dan MA.
Riden berharap, agar pemerintah lebih mengedepankan rasa kepedulian terhadap buruh di Indonesia.
“Berharap betul kepada Menteri Tenaga Kerja, Ibu Ida Fauziah dan jajaran Kemnaker, mengetuk hatinya untuk ada kepedulian terhadap pekerja, terhadap buruh yang dalam situasi yang tidak bagus ini, situasi yang benar-benar para buruh ini terpuruk."
“Kami tidak ingin ter-PHK, kami ingin tetap bekerja, tapi faktanya kami sangat mudah di-PHK. Untuk itu sebagai jaring pengaman dalam jangka pendek, JHT janganlah dipersulit,” ungkapnya.

“Pesan saya sekaligus usulan Menteri tenaga kerja untuk mancabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 dan menghidupkan kembali Permenaker Nomor 19 tahun 2015 yang selama ini berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Selain itu, Riden juga berpesan kepada Joko Widodo (Jokowi) agar lebih memperhatikan kondisi buruh.
“Untuk Jokowi, berharap kearifan bapak sebagai presiden Republik Indonesia, kita mendukung pemerintah mengatasi persoalan Covid-19, namun di sisi lain janganlah kami buruh tanda petik yang selalu menanggung risikonya menanggung bebannya,” jelasnya.
JHT Cair Usia 56 Tahun, Pengamat Nilai Terlalu Lama: Harusnya Fleksibel
Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal aturan terbaru pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun.
Bhima Yudhistira menilai waktu yang diperlukan untuk pencairan JHT terlalu lama.
Menurutnya, tidak semua pekerja Indonesia berstatus karyawan tetap, sehingga yang paling membutuhkan jaminan hari tua jangka pendek adalah pekerja kontrak maupun outsourcing.
Mereka membutuhkan modal setelah diputus kontaknya atau terkena PHK.
“Terlalu lama ya karena ada kondisi-kondisi tertentu.”
“Kita lihat di Indonesia, tidak semua pekerja tetap banyak yang sifatnya bukan karyawan tetap,” kata Bhima dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews, Rabu (16/2/2022).
“Sehingga kalau pekerja kontrak diputus begitu saja masih proses mencari pekerjaan, tentu butuh modal,” imbuhnya.
Sementara itu, lanjut Bhima, realisasi dari jaminan kehilangan pekerjaan seperti amanat di UU Cipta Kerja masih belum terimplementasi secara baik.
Untuk itu, Bhima menyebut, jaminan hari tua ini penting dan perlu dibuat lebih fleksibel.
Khususnya untuk pekerja kontrak, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan oursourcing.
“Jadi JHT ini sangat penting dan memang harusnya bisa dibuat fleksibel, dalam kondisi tertentu bisa dicairkan tanpa menunggu usia 56 tahun.”
“Yang paling butuh dana JHT jangka pendek, itu adalah pekerja yang kontrak, PKWT, dan outsourching,” jelas Bhima
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Gilang Putranto)
Simak berita lainnya terkait Kontroversi JHT