Tewaskan Sejoli Karir Kolonel Priyanto Berakhir, Penjara Seumur Hidup Keluarga Korban Sebut Keadilan
Kolonel Inf Priyanto, tersangka pelaku tabrak lari sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung divonis hukuman penjara seumur hidup.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Soewidia Henaldi
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Kolonel Inf Priyanto, terdakwa pelaku tabrak lari sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung divonis hukuman penjara seumur hidup.
Tak cuma itu saja, Priyanto juga dipecat dari institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) AD.
Vonis terhadap Priyanto dibacakan majelis hakim di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, pada Selasa (7/6/2022).
Pada vonis tersebut, terdakwa Priyanto dinilai terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, merampas hak orang lain, dan menghilangkan mayat.
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berupa pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan, (terdakwa) dipecat dari dinas militer," kata hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal, dilansir dari TribunJabar.id, Selasa (7/6/2022).
Tak hanya itu, Faridah juga memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan.
Vonis yang diterima terdakwa itu sama dengan tuntutan, yakni Priyanto dituntut pidana penjara seumur hidup dan dipecat atas kasus penabrakan sejoli Handi dan Salsabila di Nagreg, Jawa Tengah, 8 Desember 2021.
Tuntutan dibacakan oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II, 21 April 2022.
Priyanto dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melakukan penculikan, dan menyembunyikan mayat.
Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, seusai menabrak sejoli tersebut di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Bantah Pembunuhan Berencana, Pengacara Kolonel Priyanto Beri Alibi Kecelakaan, Ragukan Hasil Visum
Baca juga: Minta Dihukum 9 Bulan Penjara Bukan Seumur Hidup, Kolonel Priyanto Pamer Jasanya Selama Jadi TNI
Ia bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan dan menjadi terdakwa.
Orangtua Korban Minta Keadilan
Sebelumnya, keluarga korban, yakni orang tua dari Handi Saputra di Garut, mengatakan meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman berat bagi pelaku.
Hal tersebut diungkapkan oleh Entes Hidayatullah, ayah Handi.
Ia menyebut hukuman yang pantas bagi pembunuh anaknya itu adalah hukuman mati.

"Saya meminta hakim menjatuhkan hukuman mati. Istri saya juga berharap begitu maunya hukuman mati. Ini untuk keadilan orang kecil seperti kami," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Selasa (7/6/2022) pagi.
Ia menuturkan, jika nantinya hukuman mati tidak terlaksana, setidaknya terdakwa Kolonel Priyanto dihukum seumur hidup.
Hal itu menurut Etes sedikit bisa membuat dia dan keluarga bisa lebih lega.
"Jika kurang dari hukuman seumur hidup, kami tidak terima. Kami sedari awal meminta hukuman berat," ucapnya.
Menurutnya, terdakwa pantas dihukum mati lantaran telah melakukan perbuatan biadab dengan menghilangkan nyawa tak bersalah.
Baca juga: Tolak Tuntutan Pembunuhan Berencana Sejoli, Kolonel Priyanto Minta Hukuman Diringankan Karena Ini
Baca juga: Merasa Bersalah Sudah Merusak Institusi TNI, Kolonel Priyanto Menyesal Buang Dua Sejoli ke Sungai
Kolonel Infanteri Priyanto terjerat kasus penabrakan dan pembuangan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg, Kabupaten Bandung.
Handi dan Salsabila kemudian dibuang di Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Priyanto bersama dua anak buahnya, Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, saat kejadian melewati Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, hendak menuju Yogyakarta dengan menggunakan mobil Isuzu Panther, 8 Desember 2021.
Sekitar pukul 15.30 WIB, mobil itu bertabrakan dengan motor Satria FU yang dikendarai Handi dan Salsabila.
Priyanto memerintahkan anak buahnya agar membuang kedua korban meski ia mendapat saran untuk membawa Handi dan Salsabila ke rumah sakit terlebih dulu.
Saran tidak digubris Priyanto.
Kedua korban kemudian dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Disebutkan, Handi dibuang dalam keadaan masih hidup.
Sementara Salsabila dibuang dalam keadaan sudah meninggal.
Atas perbuatannya itu, Priyanto dituntut pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD).
Baca juga: Keluarga Handi Bereaksi Keras Dengar Kolonel Priyanto Dituntut Seumur Hidup : Itu Masih Ringan
Baca juga: Kolonel Priyanto Dituntut Penjara Seumur Hidup, Tabrak dan Buang Sejoli Disebut Pembunuhan Berencana
Tuntutan dibacakan oditur militer di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, 21 April 2022.
Priyanto dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, melakukan penculikan, dan menyembunyikan mayat.
Hal yang memberatkan, terdakwa dinilai melakukan tindak pidana melibatkan anak buahnya.
"Hal meringankan, terdakwa berterus terang sehingga mempermudah pemeriksaan persidangan. Terdakwa belum pernah dihukum, kemudian terdakwa menyesali perbuatannya," kata Wirdel saat membacakan tuntutan.

Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan pada 10 Mei 2022, Priyanto menolak dakwaan pembunuhan berencana dan penculikan.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Priyanto, Letda Chk Aleksander Sitepu.
Dakwaan yang ditolak kubu Priyanto yaitu dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penculikan.
"Menyatakan bahwa terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Aleksander membacakan pleidoi.
Kuasa hukum juga memohon kepada majelis hakim agar hukuman terhadap kliennya diringankan.
"Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya. Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Aleksander.
Aleksander mengatakan, Priyanto telah berusaha menjalani proses hukum dengan sikap baik.
"Terdakwa tetap tegar menghadapi hari-hari dalam menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa," ujar Aleksander.
Aleksander juga meminta hakim melihat pengabdian Priyanto untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Akibat operasi itu, Priyanto mendapatkan tanda jasa setya lencana kesetiaan delapan tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan setya lencana seroja.
"Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timor. Terdakwa belum pernah dihukum," kata Aleksander.
Aleksander menambahkan, terdakwa sangat sopan dan sangat mengindahkan tata krama militer, sangat berterus terang, tidak bertele-tele dan sangat kooperatif selama persidangan.
"Terdakwa merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga sehingga masih mempunyai beban tanggung jawab terhadap empat orang anak yang cukup berat bagi terdakwa beserta keluarganya. Terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi," ujar Aleksander.(*)