Polisi Tembak Polisi
Saksi Ahli Pidana Bela Putri Candrawathi Soal Perkosaan, Mantan Hakim Tertawa: Sekolah yang Bener
Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan menanggapi pernyataan saksi Ahli Hukum Pidana Mahrus Ali soal dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Damanhuri
TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan menanggapi pernyataan saksi Ahli Hukum Pidana Mahrus Ali soal dugaan kekerasan seksual yang dialami Putri Candrawathi.
Menurut Asep Iwan Iriawan yang juga seorang Pakar Hukum Pidana, kasus perkosaan itu harus dibuktikan oleh visum.
Apalagi dalam hal ini korbannya adalah seorang istri pejabat tinggi polri, yakni Mantan Kadiv Propam Polri.
Dosen Universitas Indonesia ini juga mengatakan, Putri Candrawathi juga adalah seorang dokter yang memiliki pendidikan tinggi.
Ia justru heran kenapa Ahli Hukum Pidana pada sidang Ferdy Sambo justru malah membahas pemerkosaan, bukan pembunuhan yang ada dalam dakwaan.
"KUHP itu azas legalitas, itulah yang dibuktikan dengan unsur, jangan mmembuktikan motif. Kalau motif itu lain, itu untuk mempertimbangkan berat ringannya hukuman," kata Asep Iwan Iriawan dilansir dari Kompas TV, Jumat (23/12/2022).
Apalagi menuurt dia, perkosaan itu harus dengan visum, tidak bisa hanya dengan ahli.
"Bayangkan kalau seorang cewek luka, robek, sama ahli. Kalau ahli, nanti dokter A bilang robeknya segitiga, dokter B segiempat, ngawur. Sekali lagi, kalau perkosaan itu standarnya visum, karena ada sesuatu di situ," jelas dia.
Sementara itu, sebelumnya Mahrus Ali mengatakan bahwa tidak ada visum memang menyulitkan pembuktian, namun bukan berarti tidak terjadi kekerasan seksual.
Sebab menurutnya, tidak semua kekerasan seksual memiliki keberanian untuk melapor.
Saksi juga menyebut peristiwa kekerasan seksual kerap terjadi di ruang pribadi sehingga minim bukti.
Menanggapi hal itu, Asep Iwan Iriawan setuju bahwa sebagian besar korban pemerkosaan pasti tidak memiliki keberanian untuk malapor.
Baca juga: Profil Mahrus Ali Saksi Ahli yang Ringankan Kubu Ferdy Sambo, Sebut Pembunuhan Yosua Bukan Berencana
"Misalnya cleaning service diperkosa direktur pasti tidak akan berani melapor. Pertanyaan sederhana, yang diperkosa, dibantai, dibanting itu jabatannya apa? istri siapa?," kata dia.
Asep Iriawan mengatakan, dalam kasus ini korban dugaan pemerkosaan yakni seorang istri dari polisisnya polisi, yang korban juga memiliki pendidikan tinggi dan merupakan seorang dokter gigi.
"Harusnya dokter lebih mengerti karena standarnya kan begitu. Orang kecil itu kalau mengalami perkosaan pasti standarnya ke puskesmas, apalagi ini seorang istri jenderal, berpendidikan tinggi, berpengalaman," beber dia.
Selain itu, kata dia, pascakejadian Putri Candrawathi yang disebut-sebut trauma itu juga masih bisa melakukan beberapa kegiatan bahkan meminta suaminya untuk tidak perlu khawatir dan melarang melapor ke kantor polisi terdekat.
"Kok lucu gitu, ini perbuatan melawan hukum yang harusnya dengan proses hukum, malah dilakukan dengan perbuatan melawan hukum. Dan sekarang mau dibenarkan," kata dia.
Meski begitu, Asep Iriawan pun setuju bahwa tidak adanya visum bukan berarti tidak terjadi kekerasan seksual.
"Tapi kalau seorang yang punya pangkat, derajat, status, dia penegak hukum, tidak melakukan proses hukum, saya harus belajar hukum di mana lagi?," geramnya.
Ia pun mengkritisi kesaksian ahli yang malah justru membahas perkosaan, bukan pembunuhan.
"Ngapain cerita perkosaan orang dakwaannya pembunuhan kok. Kalau betul itu perkosaan tidak ada bukti cuma dengan ahli, ya silahkan diproses. Makanya enggak salah kalau Bareskrim SP3-kan, karena enggak ada bukti," katanya.
Asep Iwan Iriawan juga mengatakan bahwa sebaiknya laat bukti perkosaan itu tidak menggunakan keterangan ahli.
Baca juga: Ditanya Lazim Tidaknya Pelecehan Seksual Putri Diceritakan Sambo, Arif Rahman Bingung, Ini Katanya
"Alat bukti tadi (perkosaan) jangan menggunakan keterangan ahli, kalau para ahli menjelaskan perkosaan saya bingung, ahli apa? Ahli perkosaan yang menjelaskan? Sekolah dong yang bener ah," tandasnya.
Sosok dan Profil Mahrus Ali
Mengurai analisa terkait kasus pembunuhan Brigadir J, sosok Mahrus Ali disorot.
Seperti apa profil dan sosok Mahrus Ali ?
Dikutip TribunnewsBogor.com dari berbagai sumber, Mahrus Ali adalah seorang dosen di Universitas Islam Indonesia (UII).
Mahrus Ali dikenal sebagai ahli hukum pidana materiil yang dipercaya kubu Ferdy Sambo.
Saat ini, Mahrus Ali masih aktif mengajar di Fakultas Hukum UII.
Dalam laman law.uii.ac.id, Mahrus Ali memiliki keahlian di bidang hukum pidana dan hukum pidana lingkungan.
Menjadi dosen, pria yang lahir pada 14 Februari 1982 itu menyelesaikan pendidikan S1 dan S2-nya di UII.
Lalu untuk S3, Mahrus meneruskan pendidikannya di Universitas Diponegoro.
Baca juga: Hadirkan Saksi Ahli yang Meringankan, Gaya Pakaian Putri Candrawathi Tuai Sorotan, Tak Seperti Biasa
Dikenal sebagai akademisi, Mahrus Ali aktif menulis jurnal, prosiding hingga buku.
Hingga kini, Mahrus berhasil menelurkan 10 buku.
Di antara karyanya adalah buku berjudul Viktimologi, Economic Analysis of Law Dalam Hukum Pidana, Korupsi Sebagai Pelanggaran HAM : Tawaran Perspektif, dan Hukum Pidana Lingkungan.
Selain itu, Mahrus juga banyak menulis jurnal terkait hukum pidana dan lingkungan.
Di antaranya berjudul When Double Intention Ignored: A Study of Corruption Judicial Decisions dan Teori Hukum Pidana Minimalis dari Douglas Husak: Urgensi dan Relevansi.