Dedi Mulyadi Dikritik DPRD Terkesan Istimewakan Siswa di Barak, Anak di Panti Asuhan Minim Perhatian

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dikritik anggota DPRD Jabar fraksi PKB soal anak bermasalah masuk barak militer.

Editor: Naufal Fauzy
KDM Channel
DEDI MULYADI DI BARAK - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dikritik anggota DPRD Jabar fraksi PKB soal anak bermasalah masuk barak militer. 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dikritik anggota DPRD Jawa Barat fraksi PKB soal anak bermasalah masuk barak militer.

Kritikan ini disampaikan anggota DPRD fraksi PKB Maulana Yusuf Erwinsyah.

Dalam hal ini Maulan menyampaikan surat terbukan kepada Dedi Mulyadi.

Dalam surat terbukanya itu, dia meminta agar Dedi Mulyadi turut memperhatikan anak-anak yatim dan yatim piatu yang tinggal di Rumah Panti Asuhan di bawah Pemprov Jabar.

Maulana membandingkan, bagaimana perhatian Dedi Mulyadi kepada siswa SMP dan SMA sederajat di Jabar yang "nakal" dan dibina melalui program pendidikan berkarakter Pancawaluya di Dodik Rindam III Siliwangi, Lembang Kabupaten Bandung Barat.

Dikatakan Maulana, program pendidikan berkarakter yang digagas Dedi Mulyadi memiliki niat baik, untuk menyelamatkan anak-anak yang dikategorikan oleh akang sebagai anak nakal. 

"Namun, perhatian berlebih yang Kang Haji (Dedi Mulyadi) berikan pada anak titipan (peserta) program ini terasa mencolok," kata Maulana, Rabu (21/5/2025) dikutip dari Tribun Jabar.

"Mereka sangat diistimewakan, dibandingkan dengan minimnya perhatian terhadap anak-anak asuh resmi di panti asuhan yang dikelola oleh pemerintah provinsi," imbuhnya.

Menurutnya, perhatian besar yang diberikan Dedi Mulyadi kepada peserta pendidikan berkarakter itu, dinilai mengabaikan anak-anak yang sudah lebih dulu dititipkan kepada negara melalui panti asuhan.

"Di bawah UPTD Griya Ramah Anak milik Dinas Sosial Jawa Barat, kita punya 820 anak asuh tersebar di panti-panti di Garut, Bandung, Subang, Bogor, hingga Pangandaran," katanya.

"Anak-anak itu ada yang yatim, ada yang korban kekerasan seksual, ada yang korban KDRT, bahkan ada yang sejak kecil tidak tahu siapa orang tuanya. Mereka tidak bandel. Mereka tidak berulah. Tapi mereka hidup dalam senyap dan luka," katanya.

Maulana juga menyinggung soal peserta pendidikan berkarakter yang seolah diberikan segalanya, mulai dari jemputan, makan teratur, pakaian seragam, liputan media, perayaan di halaman Gedung Sate.

Padahal, mereka belum tentu lahir dari anak kurang mampu.

"Sementara nasib anak-anak panti di bawah naungan resmi Kang Haji, kedatangan mereka ada yang ditemukan karena dibuang, atau diserahkan karena keterpaksaan ekonomi, yang bahkan bajunya masih sobek, bahkan untuk sekedar jajan pun tidak ada," katanya.

"Tempat tidurnya jauh dari kata layak, bangunannya sebagian memprihatinkan, dan mimpinya semakin kecil karena merasa tidak dianggap," sambung Maulana.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved