TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Beras merupakan salah satu komoditi yang akan dikenai penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Namun, tidak semua beras yang kena PPN 12 persen.
Hanya jenis beras tertentu yang dibebani PPN 12 persen, yakni beras khusus seperti shirataki dan japonica, yang umumnya digunakan dalam makanan khas Jepang atau hotel dan restoran.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) usai menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional serta pemenuhan CPP Tahun 2025 bersama pejabat terkait di Jakarta pada Senin (23/12/2024).
Lantas, apa itu beras shirataki dan beras japonica?
Dikutip dari alodokter.com, beras shirataki merupakan jenis beras yang terbuat dari akar atau umbi tanaman konjac (Amorphophallus konjac).
Konjac merupakan tanaman yang banyak tumbuh di berbagai negara di Asia, seperti Jepang dan China.
Selain menjadi beras, akar tanaman konjac juga sering diolah menjadi mie atau makanan ringan.
Beras tersebut saat ini sangat digemari oleh mereka yang sedang diet, sebab dinilai rendah kalori dan mengandung serat lebih banyak.
Beras shirataki memiliki tekstur yang kenyal dan warna lebih bening setelah dimasak dibandingkan beras biasa.
Kandungan serat penting alami dalam beras shirataki bernama glukomanan.
Sementara, dikutip dari laman Kementerian Pertanian, beras japonica adalah tipe beras khusus yang termasuk sticky rice dan selama ini, kebutuhan beras khusus japonica di Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dari impor.
Biasanya, beras japonica digunakan memenuhi permintaan hotel maupun restoran bernuansa Asia Timur, seperti Jepang atau Korea.
Baca juga: Ini Kata DJP Soal Mekanisme Penghitungan PPN 12 Persen pada Transaksi Uang Elektronik
Baca juga: Ada PPN 12 Persen, Simak Cara Mendapatkan Diskon Tarif Listrik 50 Persen Januari-Februari 2025
Baca juga: Tak Cuma PPN 12 Persen, 3 Pungutan Pajak Lain Berlaku 2025: termasuk Opsen Pajak Kendaraan Bermotor
PPN 12 Persen Tak Berlaku untuk Beras Premium dan Medium
Zulkifli Hasan juga menegaskan, kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak akan diberlakukan untuk beras premium dan medium yang dijual di pasar domestik.
"Nah, soal PPN 12 persen ya, itu hanya berlaku untuk barang mewah saja. Termasuk soal beras yang ramai dibicarakan, hanya salah pengertian nama saja. Jadi, beras premium dan medium yang dijual di pasar tidak kena PPN. Yang dikenakan itu beras impor, seperti jenis shirataki dan japonica. Pangan domestik tidak ada dampak dari PPN 12 persen," ujar Zulhas.
Zulhas juga menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah kepada masyarakat bawah dan menengah jelas terlihat melalui kebijakan ini.
Presiden RI Prabowo Subianto, kata Zulhas, sudah memastikan bahwa hanya barang-barang mewah yang dikenai PPN tersebut.
Selain itu, ia menyampaikan optimisme pemerintah terhadap swasembada pangan di tahun mendatang.
"Kami sudah memutuskan dalam neraca komoditas beberapa hari lalu, bahwa tahun depan kita tidak akan impor beras lagi. Begitu juga dengan jagung untuk konsumsi, garam, dan gula. Kami yakin kebutuhan pangan dalam negeri bisa terpenuhi melalui produksi lokal," katanya.
Dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional serta pemenuhan CPP Tahun 2025 yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, juga meluruskan isu tentang PPN pada beras.
Ia menegaskan bahwa beras premium dan medium produksi dalam negeri tidak dikenakan PPN 12 persen.
"PPN hanya berlaku untuk beras khusus impor seperti shirataki atau japonica. Ini langkah untuk mendorong produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan pasar. Kita ingin petani lokal mendapatkan ruang lebih besar untuk memproduksi beras dengan karakteristik khusus," pungkas Arief.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan fokus pada produksi lokal dan pengurangan impor.
Dengan berbagai langkah strategis yang disiapkan, seperti penyerapan hasil panen dan peningkatan cadangan pangan, pemerintah optimis kebutuhan pangan nasional akan terpenuhi tanpa bergantung pada impor.
Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan.co.id