Orasinya Di Mata Najwa Dipuji, Ternyata Ketua BEM UGM Ini Lebih Memilih Jokowi Ketimbang Prabowo
"Banyak hal yang menjauhkanku dari pilihan untuk memilih Prabowo. Dan aku tidak ingin menyesal dikemudian hari dengan memilihnya."
Penulis: Yudhi Maulana Aditama | Editor: Yudhi Maulana Aditama
Berdasarkan penelusuran TribunnewsBogor.com, Obed Kresna Widyapratistha adalah masiswa dari Fakultas Isipol UGM, tahun 2014.
Ia juga merupakan anggota Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) UGM.
Selain itu, ternyata Obed juga aktif menulis.
Hal itu terlihat dari blog pribadinya yang penuh dengan tulisannya.
Salah satu tulisan yang menarik adalah pandangannya tentang sosok presiden Jokowi.
Baca: Zaadit Galang Dana Untuk Ke Asmat, Ternyata Kini Jumlahnya Fantastis, Netizen : Kapan Berangkatnya?
Tulisan itu ia buat bertepatan saat Pemilihan Presiden 2014 lalu.
Dalam tulisan itu, ia mengungkapkan kalau dia lebih memilih Jokowi ketimbang Prabowo.
Hal itu ia utarakan bersamaan dengan analisa-analisa yang ia dapatkan soal dua sosok calon presiden kala itu, Prabowo dan Jokowi.
Berikut tulisan lengkapnya :
“Yang dibutuhkan Indonesia, jujur sederhana dan bekerja….” Alunan suara adikku saat mengikuti lagu kempanye milik Kill The DJ.
Yap… Tahun ini memang tahun yang beda. Semua orang –tanpa pandang umur- merasakan gairah politik yang luar biasa.
Beruntung sekali karena tahun ini aku juga sudah bisa ikut mencoblos.
Lebih beruntung lagi karena aku dihadapkan pada pilihan yang sangat mudah. Pertama, karena pilihannya hanya ada dua calon pasangan. Kedua, perbedaan kedua pasangan sangatlah kontras.
Baca: Polemik Kartu Kuning Jokowi, Ternyata Begini Lho Sejarah Kartu Kuning dan Merah di Dunia Sepakbola
Banyak hal yang menjauhkanku dari pilihan untuk memilih Prabowo. Dan aku tidak ingin menyesal dikemudian hari dengan memilihnya.
Pertama, koalisi tranksaksional yang mereka lakukan akan mengakibatkan dampak berbahaya jika Prabowo menang. Pasti banyak kursi menteri dan jabatan strategis lainnya yang sudah dipesan oleh partai koalisinya. Pemilihan menteri bukan karena kompetensi, tapi karena balas budi. Hasilnya? Kerja tak optimal. Indonesia kita tidak akan pernah menjadi lebih baik.
