Cerita Dibalik Patung Menggantung dan Rentetan Kecelakaan di Pintu Perlintasan Kereta di Bogor
Patung manekin dipasang di pintu perlintasan kereta di Kampung Kranji Timur, Ciriung, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.
Penulis: Naufal Fauzy | Editor: Soewidia Henaldi
Ketika kereta telah melintas, petugas akan menginformasikan hal itu ke dan mencatatnya di sebuah buku bahwa kereta telah aman melintas.
"Setiap hari ada 183 dikali dua KRL yang melintas. Dikali dua itu maksudnya yang dari Bogor dan Jakarta. Jumlah ini hanya KRL ya, belum sama kereta barang, dan lain-lain," tutur Ujang.
Kisah Kereta Bintaro
Tak ada yang menyangka pada 31 tahun lalu, tepatnya pada 19 Oktober 1987, Kereta Api (KA) 225 Rangkasbitung dengan KA 220 Merak di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan akan beradu satu sama lain.
Nahasnya adu banteng antar-kedua kereta itu membuat lokomotif kereta tersebut ringsek akibat benturan keras.
Dikutip Kompas.com dari Harian Kompas, kecelakaan itu menewaskan sedikitnya 156 orang dan lebih dari 200 orang mengalami luka-luka.
Untuk mengenang tragedi tersebut, TribunJakarta.com lampirkan kisahnya berikut ini, dilansir dari berbagai sumber.
1. Kronologi: kecelakaan karena kelalaian petugas
Dilansir Kompas.com dari Harian Kompas edisi 20 Oktober 1987, yang menentukan boleh tidaknya KA berangkat bukanlah masinis.
Ada seseorang yang berada di luar lokomotif yang memiliki kewenangan.
Ketika kereta itu melintasi antar-stasiun, hak penuh berada di Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) yang memakai pet merah.
Sedangkan di dalam stasiun, terdapat pula juru langsir yang mengatur rambu kereta.
Ketika mau jalan, PPKA tak bisa semaunya memberangkatkan kereta.
Dia harus berkoordinasi dengan dua atau tiga stasiun berikutnya untuk mengetahui jalur yang akan dilewati itu aman atau tidak.
Peristiwa yang terjadi di Bintaro merupakan sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian petugas.