UU KPK Hasil Revisi Resmi Berlaku, Mahfud MD: Sebelum Ada Dewan Pengawas KPK Masih Bisa OTT

Menurut Mahfud MD, sebelum ada Dewan Pengawas atau paling lambat tanggal 18 Desember, KPK masih menggunakan undang-undang yang lama.

Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
Youtube/tvOneNews
Mahfud MD soal UU KPK hasil revisi 

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menggunakan Undang-undang yang lama meski revisi UU KPK sudah diresmikan pada 17 Oktober 2019.

Undang-undang itu menurut Mahfud MD masih berlaku sampai Presiden RI Jokowi membentuk Dewan Pengawas atau setidaknya sampai pelantikan Pimpinan KPK yang baru pada 19 Desember 2019.

"Kalau menurut saya sih, sampai dengan tanggal 19 Desember, atau kalau lebih cepat dari itu kalau misalnya sebelum itu presiden membentuk Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya, maka KPK seperti yang ada sekarang ini masih terus bisa melaksanakan tugasnya," kata Mahfud MD dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube tvOneNews Jumat (18/10/2019).

Hal itu, kata dia, tertulis pada revisi UU KPK yang sudah disahkan, yakni pada Pasal 69 D.

"Sebelum presiden membentuk Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya, maka KPK tetap melaksanakn tugas berdasarkan UU sebelumnya," kata dia.

Untuk itu kata dia, hingga Dewan Pengawas dibentuk, KPK masih bisa melakukan OTT, penggeledahan dan penyitaan.

"Artinya sebenarnya tidak ada masalah sampai dengan 18 Desember hari terakhir, sehingga 19 Desember kalau Presiden sudah mengeluarkan Keppres tentang Dewan Pengawas bersamaan dengan pelantikan atau pengangkatan komisioner atau pimpinan yang baru maka tidak ada masalah KPK melakukan kegiatan seperti selama ini, termasuk melakukan OTT, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya," bebernya.

Menanggapi hal itu, Refly Harun yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara tampak terkejut karena pada draft revisi UU KPK yang ia miliki tidak ada Pasal 69 D tersebut.

"Saya membaca draft RUU nya itu memang yang persoalan terbesar kita ini kok draft-nya beda-beda ya, saya membaca di sini nggak ada yang 69 D. Memang kalau kita baca azas peraturan perundang-undangan yang baik ini memang susah, harusnya RUU nya kita tahu dari awal solid, kemudian yang diputuskan solid. Ketika saya minta sama tim draft RUU nya agak berbeda dengan yang saya baca. Saya kira Prof lebih tepat datanya," kata dia.

Meski begitu, ia tetap berusaha mengikuti UU KPK yang dibaca oleh Mahfud MD, di mana kelazimannya jika belum ada Dewan Pengawas maka KPK tetap berjalan sebagaimana sebelum terbentuknya dewan pengawas.

Arsul Sani: KPK Tetap Boleh Menyadap Sebelum Dewan Pengawas KPK Terbentuk

Sempat Didemo, UU KPK Hasil Revisi Resmi Berlaku, Tanpa Tanda Tangan Presiden

"Tapi setelah ada dewan pengawas maka ketentuan-ketentuan mengenai izin itu berlaku, makanya saya menggaris bawahi izin penyadapan," kata dia.

Menurutnya, pada UU KPK yang berlaku itu, penyadapan harus seizin Dewan Pengawas, tapi ternyata tidak itu saja.

"Izin baru bisa diberikan setelah gelar perkara di depan dewan pengawas. Artinya kita tidak bisa berharap lagi ada kasus baru yang di OTT, jadi kalau ada kasus baru tidak diberikan izin oleh dewan pengawas sebelum gelar perkara, padahal gelar perkara dilakukan kalau minimal sudah ada dua alat bukti, sudah ada tersangka dan lain sebagainya," kata dia.

"Menurut saya ini pasal yang sengaja diselipkan, kebetulan di penjelasan, untuk melemahkan proses penindakan oleh KPK," tambahnya.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan kalau keberadaan Dewan Pengawas ini bisa jadi monster baru di KPK.

"Kalau kita bicara check and balances, Dewan Pengawas itu monster baru yang uncheck dan unbalances, jadi dia justru pimpinan KPK yang sebelumnya punya kekuasaan powerfull, sekarang jadi subordinat terhadap Dewan Pengawas," jelasnya.

Kemudian Mahfud MD tampak mengklarifikasi UU KPK baru yang ia baca.

"Iya jadi begini saya klarifikasi dulu, jadi betul yang dibaca Pak Refly itu beda dengan yang saya jelaskan, yang saya punya tanggal 16 September malam. Ikut disahkan pada siang harinya. Jadi KPK masih bekerja seperti biasa sampai 19 Desember," jelasnya.

Kemudian menurut Mahfud MD, meski revisi UU KPK sudah disahkan, bisa saja sebelum tanggal 18 Desember Jokowi mengeluarkan Perppu.

"presiden sebelum 18 Desember sudah bentuk Dewan Pengawas, itu sudah berlaku. Bisa saja sebelum tanggal 18 Sesember Presiden mengeluarkan Perppu untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan problem teknis yang muncul kemudian," ungkapnya.

Ditanya Soal Perppu KPK Jokowi Diam, Ketua MPR yang Menjawab

Jokowi Tak Libatkan KPK Pilih Menteri, Politisi PDIP: Jangan Berubah Jadi Komisi Penghambat Karier

Ia juga menjelaskan, Dewan Pengawas harus dibentuk sebelum pelantikan pimpinan terpilih.

"Untuk pertama kali, dewan pengawas dibentuk oleh pres paling lambat bersamaan dengan pelantikan capim terpilih yaitu sebelum 18 Des sudah dibentuk, itu terantisipasi ternyata pinter DPR menambahkan pasal itu tengah malam," tandasnya.

UU KPK Hasil Revisi Resmi Disahkan

Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini.

Meski tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR, 17 September lalu.

Ketentuan ini tercantum di dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2.

Pasal 73 ayat 1 menyatakan, "rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden".

Lalu, Pasal 73 ayat 2 berbunyi, "dalam hal Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, Rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan".

Melemahkan KPK

UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.

Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Hajatan di Sragen Diboikot Tetangga karena Beda Pilihan Politik, Tamu yang Datang Sampai Disoraki

Selamat ! Kartika Putri Melahirkan Anak Pertama, Ini Nama Putri Habib Usman Bin Yahya

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Total, pihak KPK menemukan 26 poin di dalam UU hasil revisi yang bisa melemahkan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

Para pimpinan KPK, pegiat antikorupsi hingga mahasiswa pun menuntut Presiden Joko Widodo mencabut UU KPK hasil revisi lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( Perppu).

Bahkan, elemen mahasiswa beberapa kali turun ke jalan untuk menyampaikan tuntutannya. Bentrokan dengan aparat tak terhindarkan hingga memakan korban luka-luka dan korban jiwa.

Perppu Belum Terbit

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi itu, Presiden Jokowi menyatakan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu.

Namun sampai Rabu (16/9/2019) kemarin Perppu tidak kunjung terbit. Plt Menkumham Tjahjo Kumolo saat ditemui di Kantor Kemenkumham di Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (7/10/2019).(KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari) 

Pelaksana Tugas Menteri Hukum dan HAM Tjahjo Kumolo memastikan, tidak ada arahan Presiden untuk menerbitkan Perppu KPK.

"Enggak ada (arahan menerbitkan Perppu). Tadi hanya bahas TPA (tim penilaian akhir)," kata Tjahjo usai menghadap Jokowi di Istana, Rabu.

Rencana Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu ini belakangan memang mendapatkan penolakan dari partai politik pendukungnya sendiri.

Kronologi Oknum Staf Protokoler Coba Kabur Saat OTT Wali Kota Medan, Tim KPK Hampir Ditabrak

Terciduk OTT KPK, Bupati Supendi : Saya Mohon Maaf kepada Masyarakat Indramayu

Diketahui, Perppu tetap harus membutuhkan persetujuan parpol yang duduk di fraksi DPR.

PDI-P sebagai partai utama pengusung Jokowi sekaligus pemilik kursi terbanyak di parlemen sudah menyatakan menolak jika Presiden menerbitkan Perppu.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahkan mengingatkan Presiden dapat dimakzulkan apabila nekat menerbitkan Perppu. Presiden Jokowi yang ditanyai seputar Perppu bergeming. 

Pada Rabu kemarin misalnya, Jokowi hanya tersenyum dan terdiam ketika wartawan bertanya apakah ia jadi menerbitkan Perppu.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah yang berdiri di sebelah Jokowi justru pasang badan dan meminta wartawan untuk tak bertanya seputar topik Perppu KPK lantaran tak sesuai konteks acara.

Demonstrasi Situasi ini pun memaksa mahasiswa kembali turun ke jalan.

Gema seruan demonstrasi berkumandang di media sosial. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) se Jabodetabek-Banten misalnya, menyerukan aksi #tuntaskanreformasi mendesak Perppu KPK.

Mereka mengagdenakan turun ke jalan pada Kamis (17/10/2019) hari ini, berlokasi di Istana Negara, Jakarta. 

Seruan diunggah melalui postingan sosial media Instagram BEM SI dengan alamat @bem_si, Rabu sore.

Ghozi Basyir Koordinator Media BEM SI saat dikonfirmasi membenarkan soal seruan aksi dan rencana demonstrasi mahasiswa tersebut di Istana Negara.

"Benar, benaran ada aksi," kata Ghozi sebagaimana dikutip Antara. Ia mengatakan, demonstrasi ini akan diikuti oleh mahasiswa dari aliansi BEM SI Jabodetabek dan Banten, dengan estimasi massa sekitar 2.000 orang.

Aksi ini direncanakan dimulai pukul 13.00 WIB sampai selesai sekitar pukul 18.00 WIB.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved