Dipecat, Novel Baswedan Dkk Tak Dapat Pesangon, Hanya Terima Tunjangan dan BPJS Ketenagakerjaan

Robert mengatakan Ombudsman akan salah jika tidak menyampaikan surat rekomendasi itu pada Presiden RI.

Editor: khairunnisa
Tribunnews.com
Novel Baswedan 

Faisal menilai wajah boleh berganti. Tapi, ide dan perjuangan harus tetap bergentayangan, berkawin dengan pikiran-pikiran kontemporer yang tumbuh. Ia meminta rekan-rekannya tidak ciut menghadapi penguasa.

"Jangan takluk di hadapan kuasa. Tetaplah berani berpolemik secara dinamis dan terbuka, meski tempat pijakan kita dengan kekuasaan sudah berjarak jauh," ujarnya.

Dia juga menilai momen kali ini adalah suatu kewajaran bila mereka tunduk dahulu. Namun, dia mengingatkan mereka tidak keok, tidak menyerah. Ada saatnya nanti angin berpihak. Yang penting, tegas dia, tetaplah berusaha menjaga integritas.

"Dalam keyakinan saya, dalam waktu yang tak lama ke depan, KPK akan sunyi. Tetapi, ingatlah, sunyi adalah bunyi yang sembunyi. Sunyi tidak berarti diam. Dia adalah nada yang ketika waktunya tiba akan terdengar nyaring. Terima kasih atas segala-galanya selama 15 tahun pengabdian saya di KPK," kata Faisal.

Terkait pemecatan para pegawai KPK itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung (FH Unpad) Atip Latipulhayat menilai TWK yang menjadikan tolak ukur pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai hanyalah sebuah alibi atau alasan menyingkirkan para pegawai tersebut.

"Saya melihat dari awal TWK itu memang didesain sebagai sebuah alibi untuk menyingkirkan (para pegawai KPK), jadi itu alibi saja," kata Atip dalam diskusi bersama ICW secara daring, Minggu (19/9).

Ironisnya kata dia, alibi merupakan upaya yang kerap kali didesain oleh mereka yang tidak jujur. Sebab, kata Atip, alibi tidak diperlukan oleh mereka yang sering berbuat jujur karena mereka akan menyampaikan fakta yang ada dengan percaya diri.

"Kalau orang jujur kenapa harus membuat alibi, dia akan dengan senang penuh percaya diri menyampaikan fakta-fakta, tetapi terkait dengan wawasan kebangsaan, hukum kemudian dibuat tafsir manipulatif," ucapnya.

Tak hanya itu, terkait dengan peralihan pegawai KPK sebagai ASN kata dia, itu merupakan sebuah tujuan mengendalikan KPK. Dengan kata lain, Atip menyatakan, agar para pegawai KPK berada dalam kendali penguasa.

"Tujuan awal pegawai KPK itu berubah status menjadi ASN itu sudah kami baca karena ingin mengendalikan KPK, secara khususnya adalah ingin mengkrangkeng mereka mereka yang 75 menjadi 57 (kekinian 56) itu supaya berada pada kendali kuasa," ucap Atip.

"Dengan begitu saya katakan berbagai argumentasi, nalar kuasa tidak bisa dikalahkan oleh nalar hukum sebening apapun, begitu juga hukum tidak mampu mengalahkan kuasa yang memang tidak menghormati hukum," tukasnya.

Presiden tak bisa lepas tangan

Anggota Ombudsman Indonesia (RI), Robert Na Endi Jaweng mengatakan semua prosedur yang dilakukan Ombudsman untuk menindaklanjuti temuan maladministrasi tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK mengarah pada penyerahan surat rekomendasi ke Presiden RI.

Hal ini ia sampaikan saat memberikan perkembangan kasus TWK pegawai KPK dalam dialog yang diselenggarakan ICW, Minggu (19/9/2021).

“Rangka kerja Ombudsman itu mengarahkan rekomendasi itu kesana. Tidak bisa kemudian bapak Presiden mengatakan tidak boleh semuanya ke saya. Ini bukan kemauan Ombudsman, ini perintah undang-undang,” ujarnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved