Pilwalkot Bogor 2024

Mesin Dingin Partai Koalisi Pilkada, Elektabilitas Calon Wali Kota Bogor Stagnan Jelang Pencoblosan

Partai Koalisi Pilkada Lepas Kunci, Elektabilitas Calon Wali Kota Bogor 2024 Stagnan Jelang 27 November

Penulis: Sanjaya Ardhi | Editor: Ardhi Sanjaya
Kolase TribunnewsBogor.com
Elektabilitas Calon Wali Kota Bogor 2024 Stagnan, Partai Koalisi Lepas Kunci 

"Kalau kita mau jujur hanya Jakarta debat itu menjadi bahan pertimbanagn publik karena di Jakarta ini publiknya cukup tinggi terpapar informasi baik media sosial maupun konvensional, sementara untuk daerah non Jakarta seperti Kota Bogor relatif tidak berpengaruh karena tingkat keingintahuan apa mereka menyaksikan debat di bawah 20 persen. Menurut saya tidak terlalu berpengaruh yah debat," katanya.

Pun dengan kampanye negatif yang kini berseliweran di media sosial soal pasangan calon Wali Kota Bogor.

Solusi calon Wali Kota Bogor Rena Da Frina soal Pasar Bogor
Solusi calon Wali Kota Bogor Rena Da Frina soal Pasar Bogor (Ist)

"Tentu kita harus lihat dari daya sebar, kedalaman dan kepercayaan publik terhadap isu tersebut. Sejauh ini saya tidak melihat adanya pengaruh dari terhadap salah satu paslon di Kota Bogor. Dari trendnya tidak ada yang mengalami penurunan," katanya.

Ardha Ranadireksa menjelaskan sampai kini mesin partai politik pengusung sama sekali tidak berdampak pada pasangan calon Wali Kota Bogor 2024.

"Secara khusus tidak ada, secara umum relatif tidak terlihat pergerakan mesin partai yang masif. Tidak hanya di Kota Bogor, kita lihat di Jakarta yang cukup hot jadi topik nasional, termasuk Jateng dan Bandung relatif tidak terlihat adanya kesinambungan koalisi partai ke paslon dengan raihan elektabilitasnya," kata Ardha.

Ia mencontohkan Pilgub Jakarta 2024 dimana pasangan Ridwan Kamil Suswono diusung koalisi gemuk.

Tapi dalam survei justru pasangan calon Gubernur Jakarta Pramono Anung yang paling tinggi di survei elektabilitas.

Calon Wali Kota Bogor nomor urut 5, dokter Rayendra
Calon Wali Kota Bogor nomor urut 5, dokter Rayendra (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)

"Katakanlan di Jakarta PDIP dikeroyok partai lain, secara raihan elektabilitas partainya kan jauh tapi secara survei elektabilitas Pramono dalam beberapa servei lebih unggul dibanding Ridwan Kamil. Ini juga saya lihat seperti itu. Bicara Pilkada publik melihat calon daripada partai pendungkungnya," katanya.

Walau begitu menurut Ardha ada sejumlah partai yang masif bergerak memenangkan calon pilihan.

"Sedikit banyak akan pengaruh, ketika kita sama-sama tahu relatif hanya beberapa partai yang garis komandonya cukup kuat ketika ditentukan calon A otomatis ke bawah akan satu suara, katakanlah disini ada PKS yang cukup militan, PDIP. Untuk partai lain tidak terlalu signifikan kekuatan jalur komando dari partai dengan ikatan pemilih mereka kepada pilihan partai tersebut. Memang fenomena nasional. Tingkat kedekatan masyarakat dengan parta kecil di bawah 20 persen yah," katanya.

Fenomena ini ibarat menyewa mobil dengan sistem lepas kunci.

Jadi pemilik partai mengusung namun tidak menggerakkan mesin untuk benar-benar memenangkan Pilkada.

"Ya bisa saja (lepas kunci), saya juga baru dengar analoginya seperti itu. Ya bisa seperti itu tapi juga bisa seolah partai ini mendompleng nama cukup kuat yah, berharap nanti si calon terpilih kemudian perhitungannya di 2029 mampu mengerek partai itu nanti bisa juga seperti itu bagi partai yang belum dapat kursi legislatif," kata Ardha.

Ikuti saluran Tribunnews Bogor di WhatsApp: 

https://whatsapp.com/channel/0029VaGzALAEAKWCW0r6wK2t

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved