TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Nama Marsinah tak bisa dilepaskan dari May Day atau Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei.
Ya, Marsinah yang ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 itu merupakan satu di antara pejuang hak-hak buruh saat itu.
Selain menjadi buruh di sebuah perusahaan perakitan jam di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Marsinah juga adalah seorang aktivis.
Perempuan itu sempat hilang tiga hari sebelumnya ditemukan telah menjadi mayat pada 26 tahun lalu.
Marsinah hidup pada masa Pemerintahan Orde Baru, saat orang-orang yang vokal memang akan tersingkirkan.
Mungkin, hal ini juga dialami oleh Marsinah yang sempat diculik sampai akhirnya terbunuh.
Mayat Marsinah ditemukan di hutan yang ada di Dusun Jegong, Desa Wilangan. Ada tanda-tanda bekas penyiksaan berat di tubuhnya.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi jenazah Marsinah menyimpulkan jika ia tewas akibat penganiayaan berat.
• Massa Berbaju Hitam Ricuh Saat Hadir di Acara May Day, Ternyata Ada yang Pelajar dan Pengangguran
• Konvoi Aksi May Day 2019 di Kota Bogor, Buruh Tunggangi Motor Sport Ninja 250
Pada tahun yang sama, Marsinah mendapatkan Penghargaan Yap Thiam Hien.
Kasus ini kemudian menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang kemudian dikenal sebagai kasus 1713.
Marsinah menjadi salah satu pejuang hak-hak buruh saat itu.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan sebuah surat edaran yang berisi imbauan kepada perusahaan agar menaikkan kesejahteraan para karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen dari gaji pokok.
Tentunya imbauan itu mendapatkan sambutan yang baik dari para karyawan.
Namun tidak bagi perusahaan, karena ini artinya beban pengeluaran mereka menjadi bertambah.
Pada pertengahan April 1993, karyawan di pabrik tempat Marsinah bekerja membahas surat edaran ini dengan resah sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan unjuk rasa.