وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al Hajj: 36).
Ibnu Katsir menilai ayat tersebut memberikan penjelasan berkurban dapat memperoleh kebaikan yang banyak.
Oleh sebab itu, sedapat mungkin muslim meraihnya meski dengan cara berutang atau arisan.
Meski begitu ada beberapa catatan ketika pelaksanaan arisan hewan kurban di hari raya Idul Adha.
Berikut catatan yang perlu diperhatikan ketika arisan hewan kurban.
Pertama, orang yang mengikuti arisan berkemampuan melunasi utang arisan.
Kedua, arisan pada tahun pertama lebih baik disetorkan dilebihkan mengingat harga yang bisa berubah setiap tahunnya.
Ketiga, ketika pelaksaan penyembelihan, hewan kurban mengatasnamakan individu bukan kelompok arisan.