Mahfud MD : Papua dapat Anggaran Rp 17,5 Juta Per Kepala, Tapi Tak Pernah Sampai ke Rakyatnya
Menurut Mahfud MD, Papua sudah diberi anggaran besar lalu kemudian tak maju-maju, padahal kepala daeranya semua merupakan putra Papua.
Penulis: Vivi Febrianti | Editor: Ardhi Sanjaya
Menurutnya, ditentukan juga bahwa sebanyak 25 persen dari seluruh anggota DPR itu harus berasal dari Papua.
"Kalau yang menang lebih dari 75 bukan orang Papua maka akan dikurangi, diberikan ke Papua, lalu dibentuk majelis rakyat Papua," katanya.
Kemudian warga Papua juga diberi jatah kursi untuk masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia.
"Masuk universitas negeri yang besar-besar di Indonesia yang sulit sekali itu tidak harus ikut test, langsung diberikan, ini jatah untuk Papua di UGM sekian, di UI sekian, dan di beberapa PTN lainnya," bebernya lagi.
Hal itu menurut Mahfud MD dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan seluruh rakyat di Papua.
"Bahwa kemudian tidak maju-maju seperti dana tadi itu bagaimana? Kan pengelolanya orang daerah sendiri, ya minta maaf saja kalau sudah kalau mau diperiksa oleh BPK nggak bisa diperiksa, orangnya pergi, bukunya hilang. Itu yang terjadi, nah mari kita perbaiki bersama-sama ini," tandasnya.
• Ikut Demo di Sorong terkait Rusuh di Papua, 4 WNA Asal Australia Dideportasi
• Prabowo Subianto Minta Kekuatan Politik Bersatu Bantu Jokowi Selesaikan Masalah Papua
Kata Komedian Asal Papua
Komedian asal Fakfak, Papua, Mamat Alkatiri mengomentari sinis langkah yang akan dilakukan pemerintah guna mengatasi kisruh di Papua.
Pemuda yang memiliki nama lengkap Mohammed Yusran Alkatiri itu rupanya gusar, sebab menurutnya, perdebatan soal Papua selalu terjadi tiap tahun.
Wacana soal diskusi yang akan dilakukan pemerintah dengan rakyat Papua pun pada akhirnya tidak terlaksana.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Indonesia Lawyers Club edisi Selasa (3/9/2019), Mamat Alkatiri berujar bahwa kisruh yang bergejolak di Papua bukan baru kali ini saja terjadi.
Pun dengan Mamat Alkatiri yang mengaku sudah mengalami tindakan rasisme sejak tahun 2010.
"Ini kan bukan kejadian pertama, kita tiap tahun akan membicarakan Papua seperti ini terus dari sudah lama, rasisme, dari 2010 saya sudah alami itu. Persekusi, saya sudah alami itu," imbuh Mamat Alkatiri.
Mamat Alkatiri lantas mengungkapkan kegusarannya terkait dengan saran pemerintah untuk rakyat Papua pasca kerusuhan.
Yakni soal permintaah pemerintah agar rakyat Papua mau memberikan maaf.