Mengenal Wilayah Cikereteg Bogor, Ketua RW Bercerita Tentang Pasar Hingga Kebiasaan Warganya

Longsor di jembatan Cikereteg itu kian meluas dan mengakibatkan jalan nasional yang menghubungkan Bogor dan Sukabumi itu hanya dapat dilalui satu

Penulis: Wahyu Topami | Editor: Yudistira Wanne
TribunnewsBogor.com/Wahyu Topami
Proses Pembangunan Jembatan Cikereteg, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Wahyu Topami

TRIBUNNEWSBOGOR.COM, CARINGIN - Tanah longsor terjadi di Jembatan Cikereteg, Bogor-Sukabumi, Kabupaten Bogor.

Longsor di jembatan Cikereteg itu kian meluas dan mengakibatkan jalan nasional yang menghubungkan Bogor dan Sukabumi itu hanya dapat dilalui satu lajur kendaraan.

Kini akibat dampak longsor tersebut, aktifitas warga menjadi terganggu.

Lazimnya kebanyakan orang mengenal Cikereteg sebagai salah satu tempat perputaran ekonomi, tidak lain karena memang di Cikereteg terdapat sebuah pasar yang kebanyakan dihuni oleh para pendatang.

Ketua RW 04 kampung Cikereteg, Acep Rohendi, menceritakan , jika dulunya Cikereteg dihuni oleh masyarakat asli namun seiring berjalannya waktu Pribumi di Cikereteg mulai tergerus.

"Cikereteg dulu terkenal oleh pasarnya, dulu mah tahun 1980an pasar ini hanya buka setiap Rabu dan Sabtu karena memang kebutuhan pokok mungkin ya semakin membludaknya konsumen juga akhirnya buka setiap hari pada tahun 2000an," ujarnya, Selasa, (7/3/2023).

Di sisi lain pasar Cikereteg juga tak pernah sunyi saat pandemi menyerang pada 2019 lalu, justru pasar tetap beroperasi serta beberapa pedagang lain ikut pindah berjualan di pasar Cikereteg.

"Apalagi dulu tuh waktu pandemi, pasar-pasar lain kan tutup ya di sini mah justru buka terus. Jadi pedagang yang berjualan di pasar lain pada pindah kesini akhirnya menarik beberapa orang dari tempat lain utamanya di luar pulau," paparnya.

Baca juga: Jembatan Cikereteg Ditutup, Gang Enggal Damang jadi Jalur Alternatif Pengendara Motor

Dirinya juga menceritakan kalau saat ini mayoritas pedagang dari pasar Cikereteg ialah para pendatang.

"Kebanyakan pendatang, dari luar pulau," sambungnya.

Imbas dari para pedagang luar Cikereteg yang berjualan di situ membuat beberapa tempat di kampung Cikereteg dihuni oleh penduduk luar, karena mereka memang miliki entitas bisnis di wilayah tersebut.

Acep Rohendi juga memberitahukan walaupun kebanyakan warganya bukan penduduk pribumi namun mereka tetap rukun dan berbaur dengan masyarakat pribumi.

"Senangnya mereka tuh berbaur tidak menunjukkan kalau mereka pendatang jadi saya juga sebagai RW tak segan gitu memberitahu isu atau hal apapun terkait aturan dan apa yang harus mereka lakukan, intinya sinergitas kita saling terjaga gitu," ungkapnya.

"Kalau penduduk sininya si (kampung Cikereteg) kebanyakan berprofesi sebagai pedagang kecil sama memiliki kontrakan," sambungnya.

Baca juga: Jembatan Cikereteg Ditutup, Tempat Oleh-oleh Disepanjang Jalan Raya Bogor-Sukabumi Mati Suri

Nilai agama jadi prioritas

Sementara itu, Acep Rohendi membeberkan terkait kebiasaan yang dilakukan remaja di wilayahnya.

Acep Rohendi menegaskan jika para pemuda di wilayahnya masih berpegang teguh pada prinsip agama.

"Kalau untuk pemuda mereka alhamdulilah ya masih berpegang pada prinsip Agama. Mungkin dulu ada pandangan kalau Cikereteg ini gelap ya dalam artian gelap jauh dari agama gitu," tegasnya.

"Sekarang mah sudah berbeda, kita kan Cikereteg ini terdiri dari 1 RW dan 4 RT ya jadi masing-masing RT itu memiliki majelis sendiri-sendiri gitu akhirnya setiap Minggu ada saja gitu kegiatan islaminya," sambungnya.

Dengan begitu sejarah gelap yang menyelimuti Cikereteg dimasa lampau telah ditepis dengan adanya majelis ini.

"Memang ada buah jatuh tak jauh dari pohonnya, tapi mungkin anak-anak mudah di Cikereteg ini sekarang sudah mendapatkan hidayah," tutupnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved